Header Ads

Makalah Tentang Aqidah Islam Word Ppt Download (Bagian 2)


 


Wattssaaap bro kali ini saya akan sedikit membahas tentang aqidah dan akhlak dalam bentuk materi makalah dan power poinnya yang bisa di download lewat Google Drive nah ini merupakan tugas kuliah saya saat semester 1  mata kuliah Pendidikan Agama Islam, langsung saja tanpa basa basi lagi berikut materinya dari mulai Bab 1 bab 2 smapai bab 3 atau kesimpulan mungkin akan di buat 3 halaman  nah untuk sekarang kita kebagian bab 2 langsung aja 



BAB 2

PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Aqidah

Aqidah berasal dari kata “aqada” artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga bersambung. Aqad berrti pula janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjajnjian. Aqidah menurut terminology adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Istilah aqidah masih bersifat umum untuk berbagai agama, misalnya aqidah Trinitas pada Kristen atau Trimurti pada Hindu dan sebagainya.

Aqidah Islam dalam Alquran disebut iman. Ia bukan hanya berarti percaya, melainkan kenyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berperilaku. Karena itu, lapangan iman sangat luas bajkan mencakup segala sesuatu yang di lakukan seorang muslim yang di sebut amal saleh. Oleh karena itu, Iman didefinisikan sebagai berikut:


Seorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan tersebut. Karena itu, iman bukan hanya dipercayai atau hanya diucapkan, melainkan bersatu secara utuh dalam diri seorang yang dibuktikan dalam perbuatannya. 

Aqidah islam adalah dasar -dasar pokok kepercayaan atau kenyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran islam. Hal ini wajib di pegang oleh seorang muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.

Aqidah islam ialah bagian yang sangat pokok dalam islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar segala sesuatu tindakan atau amal. Seorang di pandang muslim atau bukan tergantung pada aqidahnya. Apabila ia beraqidah islam, maka segala sesuatu yang di lakukannyaadalah bernilai sebagai amaliah atau amal saleh, apabiala sebaliknya, segala amalnya tidak memiliki apa-apa, sekalipun bernilai.

Aqidah islam atau iman mengikat seorang muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan hokum yang datang dari Islam. Karena itu , menjadi seorang muslim berarti menyakini dan melaksanakan sesuatu yang diatur dalam ajaran islam: Seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaran islam.: Hal ini difirmankan Allah :


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِى ٱلسِّلۡمِ ڪَآفَّةً۬ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ‌ۚ إِنَّهُ ۥ لَڪُمۡ عَدُوٌّ۬ مُّبِينٌ۬ (٢٠٨)

Hai orang yang beriman masuknya ke dalam islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al Baqarah, 208)

Aqidah sebagai fundamental utama ajaran islam bersumber pada Alquran dan Sunnah Rasul. Dalam hal yang berkaitan dengan keyakinan tidak seluruhnya dapat ditemukan oleh kemampuan yang dimiki manusia. Misalnya, manusia dapat memikirkanalam raya yang begitu teratur dan seimbang, tetapi manusia tidak dapat mengetahui siapa yang mengatur dan menciptakannya, karena kemampuan akalnya sangat terbatas. Karena itu, untuk mengetahuinya dibutuhkan informasi. Disini, wahyu memberi tahu bahwa yang menciptakan alam raya ini adalah Allah. Demikian halnya, manusia mengetahui bahwa dalam kehidupan dunia ini. Yang baik tidak selalu beruntung, dan yang jahat tidak selalu mendapat hukuman. Ia memerlukan keadilan yang tidak bisa ditutupi. Di sini manusia diberitahu bahwa ada pengadilan yang akan digelar oleh Yang Mahal Adil di akhirat nanti, lalu munculnya pengetahuan adanya sorga dan neraka dan hal-hal lainnya yang bersifat gaib.

Demikian pula hal-hal yang berkaitan dengan ibadah sebagai konsekuensi dari adanya keyakinan atau aqidah memerlukan informasi yang hanya dapat diketahui manusia berdasarkan firman Allah atau sunnah Rasul


Adapun pengertian Aqidah menurut Istilah Adalah sebagai berikut

a. Menurut Hasan al-Banna,4

“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”

b. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy,

“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”

c. Imam Ghazali,

“Jika dalam diri seseorang telah tumbuh Aqidah pada hatinya, maka mereka akan menganggap hanya Allah Subhanahu Wata'ala sajalah yang memiliki kuasa atas segala sesuatu. Sementara segala yang ada hanyalah mahluk.”

d. Menurut Abdullah Azzam,

“Aqidah adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwasanya "beriman" berarti tidak mengingkari adanya enam rukun Iman. Diantaranya adalah Iman kepada; Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat serta Qada' dan Qadar”.


2.2 Macam-macam sumber Aqidah


1. Al-Qur’an sebagai sumber Aqidah Firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah melalui perantara malaikat Jibril. Di dalamnya Allah telah menjelaskan segala sesuatu yang telah dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia dan di akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka

Sebagaimana firman Allah dalam QS.Al-An’am:115.


 وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدۡقً۬ا وَعَدۡلاً۬‌ۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَـٰتِهِۦ‌ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ (١١٥)

“dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah Firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.

Al-Imam Asy-Syatibi mengatakan Bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya yang didalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk didalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum aqidah karena Allah mengetahui kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan jika dicermati akan ditemui banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dijelaskan tentang aqidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami aqidah yang bersumberdari Al-Qur’an. Kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang hak dan tidak pernah sirna ditelan masa.



2. As-Sunnah sumber kedua Aqidah

Seperti halnya Al-Qur’an, As-Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah SWT walaupun Lafadznya bukan dari Allah tapi maknanya datang darinya. Hal ini diketahui dlam firman Allah QS. An Najm :3-4

  ﰪ  ﰫ ﰬ  ﰭ  ﰮ  ﰯ  ﰰ  ﰱ  ﰲ  ﰳﰴ  ﰵ

   


“dan tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-Nya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”

Rasulullah saw bersabda,

”tulislah demi dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak keluar dari-Nya kecuali kebenaran sambil menunjuk lidahnya” (HR. Abu dawud).

Yang menjadi persoalan adalah banyaknya hadits lemah yang beredar ditengah umat dianggap “mutiara” yang bukan berasal dari Rasulullah SAW dinisbahakan kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari usaha penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, maha suci Allah yang telah menjaga kemurnian As-Sunnah hingga akhir zaman melalui para ulama ahli ilmu. Selain melakukan penjagaan terhadap ahli sunnah, Allah telah menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum dalam Agama. Kekuatan As-Sunnah dalam menetapkan syari’at termasuk perkara aqidah ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an, diantaranya firman Allah dalam QS.An-nisa:59.

ﲪ  ﲫ  ﲬ  ﲭ  ﲮ   ﲯ   ﲰ  ﲱ

ﲲﲳ    ﲴ   ﲵ   ﲶ   ﲷ   ﲸ   ﲹ   ﲺ   ﲻ   ﲼ  ﲽ

ﲾ    ﲿ    ﳀ    ﳁﳂ   ﳃ   ﳄ   ﳅ  ﳆﳇ  ﳈ

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu.Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu, lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”

Firman Allah di atas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya”, dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independen tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.

3. Ijma’ Para Ulama

Sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad saw setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang ilmu tetap juga memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah swt berfirman dalam QS.An-Nisa:115.

“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia kedalam Neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “Jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil Syar’I yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul.

Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih karena perkara aqidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi Ijma’ adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.


4. Akal Sehat Manusia

Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak kedalam pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa. Apa yang akan Anda lakukan jika seseorang yang Anda percaya berkata kepada Anda bahwa ada korsleting listrik di rumah Anda yang dapat menyebabkan kebakaran? Apa yang akan Anda lakukan jika seseorang berkata kepada Anda bahwa di kantor tempat Anda bekerja ada bahan peledak? Walaupun kemungkinan benarnya berita itu kecil sekali, tentu Anda akan langsung mencari dan memeriksa rumah Anda sampai Anda yakin bahaya tersebut tidak ada. Begitu juga jika seseorang mengatakan kepada Anda bahwa mati bukan akhir dari segalanya, bahwa Pencipta alam ini telah menetapkan aturan-aturan yang mengakibatkan kesengsaraan abadi (neraka) bagi orang yang tidak menaatinya. Anda, seperti manusia lain, dengan fitrah Anda akan memperhatikan hal-hal ini walaupun Anda sebenarnya berpikir bahwa kemungkinan benarnya kata-kata tersebut kecil sekali. Sebab, apa yang dikatakan orang tersebut sangat penting dan bernilai. Itulah yang mendorong manusia untuk terus mencari dan mengetahui hakikat mengenai hal tersebut sampai dia mendapatkan hasil yang meyakinkan, terlepas dari positif atau negatifnya hasil yang dia dapatkan. Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :

“akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi sempurna, hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya cahaya Iman dan Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.

Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk menangkapanya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat disentuh oleh panca indra maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib, seperti akidah tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-Sunnah menjelaskan bagaimana cara memahami dan melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus meyakininya. Mengenai hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil. Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’. Tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil


5. Fitrah Kehidupan

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

“setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang membuat ia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi.”( H. R. Muslim )

Dari hadits dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menghamba kepada Allah. Akan tetapi bukan berarti bahwa bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa. Tetapi setiap mamiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeruh kepada Allah seperti dijelaskan dalam firmannya: Q. S Al- Israa’:67.


ﰞ ﰟ  ﰠ ﰡ  ﰢ  ﰣ  ﰤ  ﰥ  ﰦ  ﰧﰨ  ﰩ    ﰪ ﰫ   ﰬ  ﰭﰮ  ﰯ   ﰰ    ﰱ  ﰲ



“dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang biasa kamu seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia menyelamatkan kamu kedaratan, kamu berpaling dari-Nya. Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).

2.3 Fungsi dan Peranan Aqidah


1. Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir

Manusia sejak lahir memiliki potensi keberagaman (fitrah) sehingga sepanjang hidupnya membutuhkan agama dalam rangka mencari keyakinan terhadap Tuhan. Aqidah Islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia tersebut, menuntun, dan mengarahkan manusia pada keyakinan yang benar tentang Tuhan, tidak menduga – duga atau mengira-ngira, melainkan Tuhan yang sebenarnya.

2. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa

Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong manusia untuk terus mencarinya, Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan rohaninya dapat terpenuhi. Ia memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa yang diperlukannya.


3. Memberikan pedoman hidup yang pasti


Keyakinan terhadap Tuhan memberikan arahan dan pedoman yang pasti sebab akidah menunjukkan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya. Aqidah memberikan penegetahuan asal dan tujuan hidupmanusia sehingga kehidupan manusia akan lebih jelas dan lebih bermakna.


Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Al maududi menyebutkan pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut :

a. Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik.

b. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.

c. Menumbuhkan sifat rendah hati dan khidmat.

d. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil.

e. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menanggapi setiap persoalan dan situasi.

f. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme.

g. Menanamkan sifat ksatria, semangat dan berani: tidk gentar mengahadapi resiko, bahkan tidak takut kepada maut.

h. Menciptakan sifat damai dan ridha.

i. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan illahi.


2.4 Tingkatan Aqidah 


Aqidah atau iman yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan oleh orang lain. Ia memiliki tingkatan-tingkatan tertentu tergantung kepada orang-orang itu. Iman padadasarnya berkembang, ia bisa tumbuh subur atau sebaliknya. Iman yang tidak dipelihara akan berkurang, mengecil atau hilang sama sekali.

a. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang didikuti tanpa dipikirkan.

b. Yakin, yaitu tinggat keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dengan dalil yang diperolehnya. Hal ini, memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil -dalil lain yang lebih rasional dan lebih mendalam.

c. ‘Ainul Yakin, yaitu tinggat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakin dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumensi yang rasional terhadap terhadap sanggahan-sanggahan yang datang . Ia tidak mungkin terkecoh oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.

d. Haqqul yakin, yaitu tinggat keyakin yang di samping didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah , dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional dan selanjutnya dapat menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.


2.5 Keesaan Allah


Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan alam ini, tetapi hal itu berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana Tuhan itu. Karena itu, dalam aqidah Islam. Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan memeberi tahukan sifat-sifat-Nya kepada manusia melalui Firman-Nya. Karena itu, Tuhan dalam islam adalah Tuhan menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah.

Bagaimana kepada Allah merupakan hal yang paling pokok dan mendasar, merupakan dasar bagi keimanan selanjutnya. Jika seorang telah beriman kepada Allah, maka apa saja yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa reserve.

Iman kepada Allah bersta iman kepada sifat-sifat-Nya akan menandai perilaku seorang muslim. Keyakinan yang tidak ada dalam dirinyaakan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika seorang telah beriman bahwa Allah itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar, maka dlam perilaku orang itu akan lahir sikap hati0hati dan waspada. Ia tidak akan merasa sendirian, sekalipun tidak ada orang lain disekitarnya., sebab ia yakin bahwa Allah itu ada.Ia bisa bersembunyi dari manusia, tetapi tidak bisa mneghindari dari Allah. Karena itu, selama iman itu melekat pada dirinya, tidak mungkin ia dapat berbuat yang tidak sesuia dengan perintah Allah. Karena itu, tidak salah kalau ulama mengatakan bahwa seorang berbuat dosa pada saat imannya tidak ada. Perbuatan abik dan buruk yang dialkukan seseorang tergantung pada imannya.


2.6 Malaikat dan Makhluk Ghaib Lainnya


Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk gaib yang melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Allah. Ia di ciptakan Allah dari cahaya. Seorang  muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping manusia,jin,dan iblis. Keyakinan kepada malaikat dan makhluk ghaib lainnya didasarkan kepada firman Allah. Keyakinan tersebut bukan hanya sebatas mengetahui nama dan tugasnya, melainkan melahirkan dampaknya pada perilaku. Jika kita meyakini adanya malaikat  yang senantiasa mencatat kebaikan dan keburukan manusia setiap saat, yaitu rakib dan atid, ia akan selalu berhati-hati.

Segala perbuatannya akan dicatat dan diminta pertanggung jawabannya pada saatnya nanti. Ia tidak akan pernah putus asa, segala usahanya tidak lepas begitu saja,sekalipun hasilnya didunia tidak dapat ia rasakan, tetapi di akhirat akan ia terima. Ia selalu bergerak terus berusaha, sebab hidup adalah proses dan setiap proses dicatat oleh malaikat tanpa ada yang terlewat. Karena itu, iman kepada malaikat melahirkan sikap hati-hati,optimis,dan dinamis, tidak mudah putus asa atau kecewa. Demikian pula apabila orang meyakini adanya iblis dan setan, maka ia akan  senantiasa waspada untuk tidak terjerat kepada godaan yang dapat menyesatkannya.

2.7 Alquran dan Kitab Suci Lainnya


Allah menurunkan wahyu-nya kepada manusia melalui rasulnya yang tertulis dalam kitab-kitabnya. Kitab-kitab Allah berisi informasi-informasi,aturan-aturan, dan hukum-hukum dari Allah bagi manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia di dunia agar hidup manusia teratur,tentram, serta bahagia. 

Kitab-kitab Allah yang di turunkan kepada manusia telah disesuaikan dengan tingkat perkembangan budaya manusia. Kitab-kitab terdahulu seperti zabur,taurat, dan injil diturunkan Allah untuk kelompok masyarakat dan bangsa tertentu, sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia pada saat itu. 

Dari segi isi terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan yang ada pada kitab-kitab itu terletak pada aspek aqidah, yaitu tauhid atau mengesakan Allah. Aspek-aspek hukum atau syariat mengalami perkembangan dari satu kitab ke kitab lain.

Dalam hal aqidah secara prinsipil sama, tetapi diungkapkan dalam pemaparan bahasa yang berbeda. Dalam alquran, pemaparan prinsip tauhid diperkaya dengan berbagai penjelasan dari bukti yang memberikan argumentasi yang jelas dan tepat, karena umat Nabi Muhammad telah mampu mengembangkan nalar dan argumentasi. Pada Nabi -nabi terdahulu tidak demikian, karena tingkat perkembangan pemikirannya belum membutuhkannya.

Demikian pula dalam persoalan hukum , pada alquran aturan-aturan Allah dikemukakan secara luas dan jelas.

Kitab-kitab Allah sebelumnya telah hilang atau sekalipun dianggap ada telah mengalami perubahan karena perkembangan waktu dan intervensipikiran manusia ke dalamnya. Oleh karena itu, Allah menurunkan Alquran untuk meluruskan kesalahan tersebut dan menghapus kelaikan kitab-kitab sebelumnya dan menggantikannya dengan alquran. Kitab-kitab terdahulu hanya diimani adanya, tetapi keterpakaiannya sudah berakhir sejak alquran turun, sebagaimana firman Allah :

......ﱇﱈ   ﱉ    ﱊ   ﱋ   ﱌ   ﱍ ﱎ    ﱏ   ﱐ   ﱑ   ﱒ    ﱓﱔ............


Pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu, adan aku sempurnakan untukmu nikmat-ku, dan aku meridhai islam sebagai agamamu.(QS.Al-Maidah,5:3)

Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan kebenaran jalan yang ditempuhnya. Jalan yang harus ditempuh manusia telah diberitahukan Allah dalam kitabsuci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan yang akan di tempuhnya setelah kehidupan ini berakhir.


2.8 Tugas Rasul dan Muhammad


Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang diantaranya sebagai utusannya, Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala sesuatu yang datang dari allah. Seolah-olah manusia berhubungan langsung dengan  Allah.

Allah mengurus rasulnya sejak Nambbi Adam sampai Nabi yang terakhir, Muhammad SAW. Beriman kepada para rasul merupakan tuntunan iman kepada Allah.

Disamping itu, iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya Rasul, manusia dapat melihat contoh perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah. Pada saat Rasulullah tidak ada lagi, perilaku tersebut bisa diketahui melalui hadist-hadistnya.

Beriman kepada Rasul merupakan prasyarat adanya keimanan terhadap kebenaran ajaran yang dibawanya. Oleh karena itu, antara iman kepada allah dan iman kepada rasul tidak bisa dipisahkan sehingg ajaran islam syahadatain menjadi pintu masuk dan syarat seorang muslim. Tentang keterkaitan dua kalimat syahadat ini dapat dilihat pada bagian akhir.


2.9 Hukum Alam dan Hari Kiamat


Alam ciptaan Tuhan terikat oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkan-nya( sunnatullah). Sunnatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak,hilang, dan berakhir.

.Sesuai dengan hukum tersebut dan dikuatkan dengan perberitaan dari allah bahwa dunia akan berakhir pada suatu saat yang disebut hari akhir atau hari kiamat. Pada hari itu alam akan mengalami kehancuran total karena bagaimana pun sesuatu yang dibuat akan mengalami kemusnahan.

Hari kiamat merupakan rencana Allah yang pasti akan datang saatnya. Sifat-sifat kiamat digambarkan allah dalam alquran bahwa pada hari itu seluruh alam akan dihancurkan, manusia akan digiring kehadapan pengadilan allah yang maha adil, semua akan diperiksa menurut amal perbuatannya masing-masing. Disini tidak ada yang bisa sembunyi atau disembunyikan. Semua orang mempertanggung jawabkan perbuatannyamasing-masing tanpa ada yang terlewatkan. Disini tidak ada yang dapat menolong, kecuali amal saleh yang pernah di lakukannyasekama hidup di dunia.

Beriman kepada hari kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu melahirkan dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini, semua perbuatan akan di hitung. Oleh karena itu, tiap detik diupayakan untuk memiliki makna yang baik yang akan ditemui di hari kiamat kelak. Di dunia ketidakadilan bisa terjadi dan ditutupi, tetapi tidak demikan pada pengadilan Allah. Seorang muslim tidak akan putus asa atau kecewa apabila ketidakadilan manimpa dirinya sebab ia menyakini adanya pengadilan yang Maha Adil.

Seorang muslim tidak akan frustasi karena satu kegagalan. Setiap usaha yang dilakukannya bermakna ganda, yaitu kesuksesan material yang dapat dinikmati didunia dan kesuksesan di akhirat. Karena itu, jika hasil usaha tidak bisa dinikmati di dunia, ia memiliki harapan untuk menikmatinya di akhirat. Ia akan hidup optimis menatap masa depan dan mengisi hari-harinya dengan beramal saleh sehingga hidupnya dinamis. Ia akan terhindar dari sikap malas, dan suka melamun atau menghayal. Ia akan terus berproses sehingga hidupnya betul-betul bermakna.

2.10 Qadha dan Qadar

Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Semua makhluk dikenai takdir oleh allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan allah menuntun ke arah yang seharusnya.

Pada alam, takdir disamakan dengan istilah sunnatullah. Bagi manusia tidak sepenuhnya istilah ini sesuai dengan yang dimaksud dengan takdir.

Manusia  mempunyai kemampuan yang terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan allah kepadanya. Misalnya ia tidak bias terbang . hal ini merupakan ukuran atau batas kemampuan yang diberikan allah kepadanya. Ia tidak bisa melampauinya kecuali jika menggunakan akalnya. Menciptakan alat, hanya akalnya pun terbatas . di sisi lain, manusia berada di bawah hukum hukum yang telah mempunyai kadar dan ukuran tertentu. Hanya karena hukum hukum sangat banyak, dan manusia dapat memilih, maka manusia memilih di antara takdir yang ditetapkan allah terhadap alam.

            Allah menetapkan suatu malapetaka berdasarkan hukum hukumnya dan manusia dapat memilih untuk menghindari. Apabila ia tidak menghindari akibat yang menimpanya itu adalah takdir dan apabila ia menghindari akibat yang menimpanya itu adalah takdir dan apabila ia menghindari dan luput dari malapetaka itu, maka itu pun dikatakan takdir, manusia dianugrahi Allah kemampuan untuk memilih kemampuan ini pun merupakan takdir yang dianugrahkan Allah kepada manusia.

            Jadi jelaslah,takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan  nasibnya sendiri, sambil memohon bantuan Allah. Allah maha kuasa untuk menentukan apa yang di kehendaki-Nya.

             Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa atau putus asa sebab yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir  Allah. Sesungguhnya Allah akan selalu memberikan yang terbaik sesuai dengan sifat-nya yang maha pengasih dan penyayang. Jika terjadi suatu musibah, maka kita harus bersabar. Sesuatu yang buruk menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah sangat mungkin untuk kebaikan kita di masa depan, kita diberikan cobaan, sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak selalu baik pula menurut Allah, oleh karena itu, dalam kaitan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal dengan terus menerus berusaha seseuai dengan kemampuan.

               Rukun iman yang telah di sebutkan di atas, pada dasarnya suatu kesatuan yang sistematik, Informasi tentang Allah dapat diketahui melalui pemberitaan yang disampaikan melalui perantaraan malaikat yang berkumpul dalam kitab Allah dan disampaikan kepada rasulullah. Berisi tuntunan untuk dapat mencapai kebahagiaan abadi yang dimulai dengan hari kiamat. Semua itu merupakan ketentuan dari Allah yang tak bisa dielakkan lagi.


2.11 Keterkaitan iman kepada Allah dan Rasul dalam syahdat


  Manusia tidak mungkin mengetahui informasi tentang Tuhan, kecuali tuhan sendiri mengemukakan sifat sifat-nya melalui Wahyu, percaya kepada rasul merupakan awal pengenalan kepad Allah. Segala informasi yang berkenaan dengan-nya terkandung dalam kumpulan wahyu (Alquran) yang diturunkan kepada Rasulullah.

Kalimat syahadat yang merupakan persaksian kepada Allah dan kepada Rasulnya merupakan rangkaian keyakinan yang tidak bisa dipisahkan, jika seseorang percaya terhadap adanya Allah, ia harus mencari Rasul-Nya karena tidak setiap manusia dapat berhubungan langsung dengan  Allah. Rasulyang dipilih itu membawa bukti kerasulnnya melalui penunjukkan Allah sendiri, bukti itu adalah alquran

Alquran menerangkan secara detail tentang Rasul yang harus dipercaya oleh seluruh manusia agar mereka mengetahui secara benar tentang hal-ihwal Tuhannya. Firman Allah:

ﱋ    ﱌ   ﱍ  ﱎ  ﱏ  ﱐ ﱗ ﱒ   ﱓ   ﱔ   ﱕ...    ﱣ


Katakanlah:” Bahwasannya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa….,  . (QS,Fushshilat, 41:6) 

Lebih lanjut ihwal kerasulan Muhammad diterangkan dalam firman-Nya:

ﰣ  ﰤ   ﰥ   ﰦ  ﰧﰨ  ﰩ  ﰪ  ﰫﰬ  ﰭ  ﰮ  ﰯ  ﰰ  ﰱ  ﰲ  ﰳﰴ  ﰵ


Kawanmu (Muhamammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu (Alquran) menerut kemampuan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan. (QS.An-Najm, 53:2-4)

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa keterkaitan antar iman kepada Allah dan iman kepada rasul tidak dapat dipisah-pisahkan.manusia tidak mungkin memahami dan mengetahui Allah secara langsung dari Allah sendiri, karena yang berhak berhubungan langsung dengan Allah hanyalah Rasul melalui jalur wahyu,seperti firmanNya:

ﲖ   ﲗ ﲘ   ﲙ    ﲚ   ﲛ  ﲜ  ﲝ  ﲞ    ﲟﲠ ﲡ    ﲢ    ﲣ    ﲤ    ﲥ   ﲦ   ﲧﲨ   ﲩ   ﲪ ﲬ    ﲭ    ﲮ   ﲯ   ﲰ  ﲱ

    

Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara kepada kami atau datang tanda-tanda kekuasaanNya kepada kami ?. Demikian pula orang orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu: hati mereka serupa. Sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda tanda kekuasaan kami kepada kaum yang yakin.  (QS,Al-Baqarah, 2:118)

Karena itu, tidak mungkin seseorang menerima wahyu lamngsung dari Allah, kecuali ia seorang Rasul. Masa turunnya Rasul sudah selesai yang diakhiri dengan sempurnanya ajaran islam melalui wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, Islam tidak mengakui adanya segala macam wahyu dan wangsit, setelah Nabi Muhammad wafat. Wahyu hanya turun kepada Rasul seperti firman-Nya:

ﲭ  ﲮ ﲯ    ﲰ   ﲱ   ﲲ   ﲳ  ﲴ  ﲵ  ﲶ  ﲷ  ﲸ  ﲹ  

ﲻ    ﲼ    ﲽ  ﲾ   ﲿﳀ     ﳁ    ﳂ   ﳃ  ﳄ

Dan tidak ada bagi seorang manusia,pin  bahwa Allah berkata kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha bijaksana. (QS.Asy-Syuura,42:51)

          Dengan demikian, dua kalimat syahadat merupakan pembuka keyakinan seorang muslim dan sekaligus sebagai awal penerimaan terhadap segala kandungan wahyu yang diturunkan kepada Rasul. Jika seseorang telah meyakini keberadaan Allah, maka apapun yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa reserve. Dengan alas an ini,dapat dipahami jika dua kalimat syahadat merupakan prasyarat awal pengakuan seseorang sebagai muslim.



untuk bagian bab 2 munkin cukup sekian, lumayan banyak juga karena waktu itu say ditugaskan halamnya lebih dari 25 halaman, oke untuk bagian selanjutnya atau bagian ke 3 bisa dilihat DISINI . oke terima kasihh

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.